Meski
tidak terlalu suka berkeluh kesah atau curhat ke orang-orang terdekat,
saya menyadari betapa banyak yang menjadikan saya tempat curhat, orang
yang pemikirannya dianggap melahirkan banyak solusi, atau ruang yang
dipercayai untuk berkeluh-kesah tanpa takut didengar oleh pihak-pihak
yang tak diinginkan. Kepercayaan ini sungguh besar dan saya selalu
menghargai itu. Tentunya apa yang dibicarakan pada saya tidak melulu
soal menulis, tapi juga hal-hal seputar kehidupan, yang kadang kala
membuat saya merasa bahwa orang-orang ini melihat saya sebagai semacam
psikiater, konsultan, atau--dalam beberapa kasus--dukun.
Saya tidak tahu kenapa banyak orang yang percaya pada saya, dan saya juga heran bagaimana otak saya "diprogram" oleh Tuhan agar tidak menyampaikan hal-hal yang memang harusnya saya jaga demi mereka. Maka, yang dapat saya perbuat hanya memberi jawaban sebisanya, yang kadang terlalu klise, namun di lain kesempatan bisa saja terinspirasi dari pengalaman-pengalaman pribadi. Biasanya saya akan lebih mudah memberi teman-teman ini saran/masukan yang sesuai dengan kesulitan yang pernah saya alami. Saya akan memberikan contoh-contoh, dan sebagian dari mereka akhirnya berterima kasih pada saya.
Suatu ketika, dua teman, laki-laki dan perempuan, bertengkar karena suatu urusan. Nah, keduanya "datang" pada saya dengan membawa masalah serupa, tetapi punya dua sudut pandang yang berbeda. Sebisa mungkin saya coba memberi masukan yang kiranya dapat menggiring kedua orang ini agar menjadi damai--tanpa mereka sadari bahwa keduanya sama-sama curhat ke saya, tentu saja. Kejadian-kejadian seperti ini kerap melesak ke kerongongan dan membuat saya bagai menelan sebutir telur tanpa dipotong/dikunyah, sebab kadang-kadang bahkan saya sendiri tidak tahu harus bercerita ke siapa jika sebuah masalah berat sedang menimpa, kecuali pada-Nya?
Orang-orang ini mudah saja mempercayai saya, tetapi saya tidak terlalu gampang mempercayai siapa pun sejak pengalaman dibongkarnya masalah/aib saya oleh teman sendiri. Barangkali, jalan hidup saya memang dibuat begini. Dijadikan seolah-olah dukun atau Mario Teguh atau apalah, padahal bagaimanapun saya cuma penulis pemula yang baru belajar melihat dunia.
Saya tidak tahu kenapa banyak orang yang percaya pada saya, dan saya juga heran bagaimana otak saya "diprogram" oleh Tuhan agar tidak menyampaikan hal-hal yang memang harusnya saya jaga demi mereka. Maka, yang dapat saya perbuat hanya memberi jawaban sebisanya, yang kadang terlalu klise, namun di lain kesempatan bisa saja terinspirasi dari pengalaman-pengalaman pribadi. Biasanya saya akan lebih mudah memberi teman-teman ini saran/masukan yang sesuai dengan kesulitan yang pernah saya alami. Saya akan memberikan contoh-contoh, dan sebagian dari mereka akhirnya berterima kasih pada saya.
Suatu ketika, dua teman, laki-laki dan perempuan, bertengkar karena suatu urusan. Nah, keduanya "datang" pada saya dengan membawa masalah serupa, tetapi punya dua sudut pandang yang berbeda. Sebisa mungkin saya coba memberi masukan yang kiranya dapat menggiring kedua orang ini agar menjadi damai--tanpa mereka sadari bahwa keduanya sama-sama curhat ke saya, tentu saja. Kejadian-kejadian seperti ini kerap melesak ke kerongongan dan membuat saya bagai menelan sebutir telur tanpa dipotong/dikunyah, sebab kadang-kadang bahkan saya sendiri tidak tahu harus bercerita ke siapa jika sebuah masalah berat sedang menimpa, kecuali pada-Nya?
Orang-orang ini mudah saja mempercayai saya, tetapi saya tidak terlalu gampang mempercayai siapa pun sejak pengalaman dibongkarnya masalah/aib saya oleh teman sendiri. Barangkali, jalan hidup saya memang dibuat begini. Dijadikan seolah-olah dukun atau Mario Teguh atau apalah, padahal bagaimanapun saya cuma penulis pemula yang baru belajar melihat dunia.