Pendiri,
para pegawai, serta klien-klien pabrik hoax itu kira-kira bagaimana isi
hati dan pikiran mereka, ya? Maksudnya, kecuali mereka sinting, tentu
mereka tahu bahwa apa yang mereka lakukan itu dosa. Menyebarkan kabar
dusta = dosa. Memfitnah orang lain = dosa juga.
Apa yang para produsen hoax ini pikirkan dan rasakan jika tidak sedang mengerjakan sebuah "hoax" atau anggaplah sedang libur, lalu saat itu sibuk mengasuh anak mereka atau mungkin duduk mesra-mesraan bareng suami/istri mereka; apakah mereka tahu uang yang dihasilkan dari memproduksi hoax itu, yang dimakan keluarga mereka, akan berdampak buruk suatu hari nanti? Mereka mencintai orang-orang terdekat ini, tetapi secara sadar memberi makan mereka dengan uang hasil perbuatan macam itu. Bagaimana pikiran dan perasaan mereka?
Lalu, apa kira-kira pikiran dan perasaan si pemesan hoax, jika saja sebuah tujuan telah dicapai berkat "menangnya" suatu kebohongan tingkat tinggi (karena dipercaya ribuan, bahkan jutaan netizen yang tak benar-benar tahu fakta sebenarnya)? Hoax bukan hanya dikonsumsi, lalu kemudian termungkinkan dipercaya oleh sebatas mereka yang "hidup" di alam maya saja, melainkan juga orang-orang di sekitar kehidupan netizen ini. Anggaplah seorang kakek yang buta internet; sudah pasti dapat juga dicekoki hoax oleh kerabat/anak/temannya yang melek internet dan mengimani hoax itu sebagai sebuah kebenaran. Kalau dibayangkan, cukup ngeri juga. Sebut saja sebuah fitnah karangan si A yang bekerja di pabrik hoax, dipercaya kebejatannya oleh sekian banyak manusia; bagaimana bisa nyenyak tidurnya? Apakah mereka memang nyenyak tidurnya? Atau, bagaimana?
Saya bersyukur dengan terbongkarnya fenomena pabrik hoax yang berbahaya dan merugikan bangsa ini. Sebab, orang-orang ke depannya mungkin akan berpikir ulang untuk percaya pada produk berita yang tak jelas asal-usulnya, dan lalu memilih berganti bacaan menuju ke tulisan-tulisan fiksi yang memang diproduksi ke muka bumi ini sebagai suatu hiburan bagi kutu buku atau bisa juga sebagai pemerkuat pondasi kebatinan manusia, sambil berpikir, "Enyahlah kau manusia-manusia rakus!"
Jika demikian, kemungkinan posisi pabrik cerpen akan menguat dan peluang untuk menjadi bisnis besar yang positif di masa mendatang akan terbuka lebar. Dan, sampai pada titik ini, saya pun bertanya-tanya, "Bagaimana mungkin masih ada yang bertanya-tanya apa gunanya menulis cerita pendek?"
Cerita pendek itu berguna, setidaknya, untuk menghibur manusia pencinta bacaan fiksi. Dan fungsi tertingginya adalah untuk mengolah dan melatih kepekaan manusia itu sendiri agar dapat hidup dengan lebih baik. Jadi, boleh kita simpulkan bahwa bacaan terbaik di muka bumi ini, selain kitab suci dan buku-buku agama, buku-buku sains, serta buku tips menjalankan bisnis secara jujur, adalah buku kumpulan cerita pendek.
Anda boleh percaya, boleh tidak. Tapi, saya beritahu satu informasi, Anda bisa membeli produk-produk Pabrik Cerpen sebagai bahan uji coba. Produk ini salah satunya berupa buku kumpulan cerpen "Museum Anomali" dan "Babi-Babi Tak Bisa Memanjat" karya Ken Hanggara. Miliki dan bacalah. Maka, Anda akan tahu bahwa sebenarnya apa yang saya ucapkan ini sungguh tulus dan bukan main-main.
Apa yang para produsen hoax ini pikirkan dan rasakan jika tidak sedang mengerjakan sebuah "hoax" atau anggaplah sedang libur, lalu saat itu sibuk mengasuh anak mereka atau mungkin duduk mesra-mesraan bareng suami/istri mereka; apakah mereka tahu uang yang dihasilkan dari memproduksi hoax itu, yang dimakan keluarga mereka, akan berdampak buruk suatu hari nanti? Mereka mencintai orang-orang terdekat ini, tetapi secara sadar memberi makan mereka dengan uang hasil perbuatan macam itu. Bagaimana pikiran dan perasaan mereka?
Lalu, apa kira-kira pikiran dan perasaan si pemesan hoax, jika saja sebuah tujuan telah dicapai berkat "menangnya" suatu kebohongan tingkat tinggi (karena dipercaya ribuan, bahkan jutaan netizen yang tak benar-benar tahu fakta sebenarnya)? Hoax bukan hanya dikonsumsi, lalu kemudian termungkinkan dipercaya oleh sebatas mereka yang "hidup" di alam maya saja, melainkan juga orang-orang di sekitar kehidupan netizen ini. Anggaplah seorang kakek yang buta internet; sudah pasti dapat juga dicekoki hoax oleh kerabat/anak/temannya yang melek internet dan mengimani hoax itu sebagai sebuah kebenaran. Kalau dibayangkan, cukup ngeri juga. Sebut saja sebuah fitnah karangan si A yang bekerja di pabrik hoax, dipercaya kebejatannya oleh sekian banyak manusia; bagaimana bisa nyenyak tidurnya? Apakah mereka memang nyenyak tidurnya? Atau, bagaimana?
Saya bersyukur dengan terbongkarnya fenomena pabrik hoax yang berbahaya dan merugikan bangsa ini. Sebab, orang-orang ke depannya mungkin akan berpikir ulang untuk percaya pada produk berita yang tak jelas asal-usulnya, dan lalu memilih berganti bacaan menuju ke tulisan-tulisan fiksi yang memang diproduksi ke muka bumi ini sebagai suatu hiburan bagi kutu buku atau bisa juga sebagai pemerkuat pondasi kebatinan manusia, sambil berpikir, "Enyahlah kau manusia-manusia rakus!"
Jika demikian, kemungkinan posisi pabrik cerpen akan menguat dan peluang untuk menjadi bisnis besar yang positif di masa mendatang akan terbuka lebar. Dan, sampai pada titik ini, saya pun bertanya-tanya, "Bagaimana mungkin masih ada yang bertanya-tanya apa gunanya menulis cerita pendek?"
Cerita pendek itu berguna, setidaknya, untuk menghibur manusia pencinta bacaan fiksi. Dan fungsi tertingginya adalah untuk mengolah dan melatih kepekaan manusia itu sendiri agar dapat hidup dengan lebih baik. Jadi, boleh kita simpulkan bahwa bacaan terbaik di muka bumi ini, selain kitab suci dan buku-buku agama, buku-buku sains, serta buku tips menjalankan bisnis secara jujur, adalah buku kumpulan cerita pendek.
Anda boleh percaya, boleh tidak. Tapi, saya beritahu satu informasi, Anda bisa membeli produk-produk Pabrik Cerpen sebagai bahan uji coba. Produk ini salah satunya berupa buku kumpulan cerpen "Museum Anomali" dan "Babi-Babi Tak Bisa Memanjat" karya Ken Hanggara. Miliki dan bacalah. Maka, Anda akan tahu bahwa sebenarnya apa yang saya ucapkan ini sungguh tulus dan bukan main-main.