Jika ingin menjadi penulis yang baik, bukan hanya soal harus
konsisten menulis. Tambah juga bacaan di rumah dengan yang lebih
berkualitas dan berbobot. Membaca buku yang itu-itu saja membuatmu stuck
di tempat. Anggap saja belajar.
Membaca bacaan yang tadinya bukan seleramu itu seperti rekreasi ke tempat baru. Kadang menyenangkan, tetapi bisa juga memusingkan. Tidak apa. Yang penting buku-buku yang dibaca tidak melulu buku soal patah hati, misalnya. Tidak cukup uang untuk beli? Bisa pinjam ke perpustakaan. Bacaan bermutu juga bisa didapat dengan saling tukar buku bacaan dengan teman penulis. Maksudnya tukar untuk saling meminjami, dan nanti harus dikembalikan, jangan disobek-sobek, lalu dicampur air putih dan diaduk jadi bubur kertas untuk kamu konsumsi.
Membaca bacaan yang tadinya bukan seleramu itu seperti rekreasi ke tempat baru. Kadang menyenangkan, tetapi bisa juga memusingkan. Tidak apa. Yang penting buku-buku yang dibaca tidak melulu buku soal patah hati, misalnya. Tidak cukup uang untuk beli? Bisa pinjam ke perpustakaan. Bacaan bermutu juga bisa didapat dengan saling tukar buku bacaan dengan teman penulis. Maksudnya tukar untuk saling meminjami, dan nanti harus dikembalikan, jangan disobek-sobek, lalu dicampur air putih dan diaduk jadi bubur kertas untuk kamu konsumsi.
Menambah kualitas bacaan sama dengan menambah kualitas berpikirmu.
Bacaan fiksi dan non fiksi sama pentingnya. Membaca untuk tujuan ini
tidak dapat dilakukan dengan sekadar membaca. Amati juga cara bertutur
buku itu, lalu tanda baca, susunan kalimat yang kiranya paling enak
bagimu, dan yang tidak membuatmu jalan di tempat dengan susunan kalimat
yang membosankan. Amati dan praktik di atas kertas. Lakukan terus
menerus. Perlahan dan pasti akan kelihatan hasilnya.
Apa sih
gunanya? Banyak sekali.Sekarang otak manusia semakin canggih saja.
Bahkan yang bukan penulis pun bisa saja membuat status dengan gaya
bahasa berkualitas, karena dia sering membaca buku-buku bermutu.
Beberapa waktu lalu saya baca status satire dari seseorang yang menyebut
dirinya bukan penulis (walau saya tidak yakin benar). Status itu cerdas
dan sebagaimana satire umumnya: harus dimaklumi jika sampai menganggap
sepele sesuatu yang harusnya serius, dan semacamnya.
Namun seorang komentator dengan gagah berani mendebatnya. Si komentator tidak tahu kalau status itu bermakna satire, sehingga ia yang seharusnya sejalan secara ideologi dengan si pembuat status, malah memasang badan seperti musuh. Tentu saja banyak yang mengingatkan bahwa status itu cuma satire, tetapi si komentator tetap ngotot. Pada akhirnya ketahuan ia tidak tahu makna satire. Ia pun jadi bahan tertawaan para komentator lainnya.
Ini salah satu kegunaan menambah kualitas baca, yakni agar kita tidak
tertinggal. Memahami kata per kata dalam tulisan berat, jika tidak
terbiasa dengan bacaan sarat mutu, membuat kita pusing dan tidak paham
apa-apa. Sedangkan kalau sudah biasa, kita tidak terlalu berpikir keras
memahaminya. Lebih enak mana antara dapat memahami atau tidak dapat
memahami sama sekali?
Mari belajar dengan menambah kualitas
bacaan. Saya sendiri pun sedang dan akan terus melakukannya. Kita memang
butuh menambah kualitas isi kepala. Karena itu pun juga modal yang
bagus untuk menjadi seorang penulis; tidak sekadar agar lolos jadi bahan
tertawaan orang lain hanya karena tidak paham arti kata "satire",
misalnya.
Comments
Post a Comment