Di awal mengenal dunia literasi, lalu berniat menekuninya, mungkin
kau pernah/sering merasa takut jika akan menulis sesuatu. Kau takut
gagal merampungkan tulisan, meski cuma satu halaman. Kau juga takut
tulisanmu jadi jelek dan dibuang ke tempat sampah oleh siapa pun yang
membacanya.
Lalu di hari-hari berikutnya kau mengira kegiatan menulis
cukup mengerikan. Mau pergi ke meja belajar untuk menulis ide-ide
hebatmu saja, berasa pergi ke dokter untuk disuntik tiga kali berturut-turut
di tempat yang sama, dan itu bukan suntikan anestesi. Belum apa-apa,
membayangkannya saja kau sudah lemas dan meriang. Atau sebut saja
bentuk ketakutan-ketakutan lain, yang membuatmu mulai malas, dan
akhirnya tidak produktif, bahkan memutuskan, "I'm done!"
Itu manusiawi. Menang dan kalah hanya soal bagaimana kau berperan. Jika
saja ketakutan membuatmu menyerah, mungkin kau tidak serius mencintai
dunia literasi. Tapi percayalah, jika cintamu benar-benar tulus,
sebagaimana mencintai buku dan hal-hal bermanfaat lain, pada akhirnya
keberanianmu melawan rasa takut kelak berbuah manis. Kau akan melihat
saat dirimu justru merasa sakit dan lemah, jika sampai tak menulis
apa-apa dalam satu hari. Kau akan berduka dengan dirimu sendiri, tak
peduli lingkunganmu cerah-bahagia, karena tidak menulis apa pun hari
itu. Kau seakan berdosa dan berkhianat pada kekasihmu, padahal dia sudah
baik kepadamu.
Ada saatnya kau merasakan itu; menderita jika tidak dapat menulis apa pun karena alasan yang bukan kau buat-buat, seperti takut gagal, atau tidak sempat, atau kelupaan karena asyik mengerjakan hal lain.
Pernah jatuh cinta? Jika pernah, kau pasti sadar tidak sedetik pun pikiranmu lepas dari apa yang kamu cintai, sekalipun hanya berupa bayang-bayang. Jadi, perkara produktif atau tidak, konsisten atau tidak dalam dunia literasi, semua hanya soal: apakah kamu serius mencintainya?
Ada saatnya kau merasakan itu; menderita jika tidak dapat menulis apa pun karena alasan yang bukan kau buat-buat, seperti takut gagal, atau tidak sempat, atau kelupaan karena asyik mengerjakan hal lain.
Pernah jatuh cinta? Jika pernah, kau pasti sadar tidak sedetik pun pikiranmu lepas dari apa yang kamu cintai, sekalipun hanya berupa bayang-bayang. Jadi, perkara produktif atau tidak, konsisten atau tidak dalam dunia literasi, semua hanya soal: apakah kamu serius mencintainya?
Comments
Post a Comment