Tetangga saya itu orang kaya. Punya rumah dan mobil bagus. Pernah naik haji juga. Dulunya berasal dari keluarga tidak mampu. Setelah sukses dan menjadi kaya, penampilannya tetap sederhana. Bahkan sangat sederhana.
Suatu hari ketika menjelang lebaran dan pergi ke mini market hendak membeli buah, oleh tiga orang pegawai, tetangga saya didatangi dan diberitahu, "Yang itu mahal lho, Bu." Ia hanya mengangguk.
Ketika hendak mengambil es krim untuk cucunya,tiga pegawai yang masih juga memasang tampang curiga tadi kembali mendekati. Dengan segera tetangga saya mengambil dompetnya dan mengonter serangan tiga pegawai tersebut, "Ya, ya, paham. Mahal, 'kan? Saya bawa uang kok!" Ia sodorkan dompetnya sampai tiga pegawai mini market dengan malu-malu mundur.Suatu hari ketika menjelang lebaran dan pergi ke mini market hendak membeli buah, oleh tiga orang pegawai, tetangga saya didatangi dan diberitahu, "Yang itu mahal lho, Bu." Ia hanya mengangguk.
Pengalaman yang lebih parah dialami tetangga yang sama ketika ia pergi ke dealer mobil. Tidak ada satu pun yang menyambutnya. Mendengar cerita ini, saya ingat potongan cerita lain serupa di banyak tempat yang pernah saya dengar.
Seharusnya kita memang tidak menilai segala sesuatunya dari hanya permukaan saja. Sebab sering kali apa-apa yang nampak di luar hanya secuil saja dari keseluruhan yang tersembunyi. Seperti puncak gunung es di tengah laut.
Comments
Post a Comment