Judul buku: KAMU (Cerita yang Tidak Perlu Dipercaya)
Penulis: Sabda Armandio
Kategori: Novel
Penerbit: Moka Media
ISBN : 979-795-961-6
Terbit: 2015
Tebal : viii + 348 halaman
Tokoh utama yang juga narator dalam cerita ini punya teman semasa SMA bernama Kamu. Sebagai anak remaja, Kamu tidak mengekang hidupnya sendiri. Ia bebas bagai burung dan, meski seolah kelihatan tak punya tujuan hidup, jauh-jauh hari secara tidak sadar ia sudah memetakan arah hidupnya.
Sang narator (yang hanya disebut sebagai "aku" saja) tidak benar-benar punya tujuan. Hidupnya datar dan cenderung sama di satu tempat. Berlawanan dengan Kamu, "aku" tidak bisa memetakan apa-apa, selain menjadi pengamat dan pelaku kehidupan yang tidak bisa menentukan arah sendiri.
Ingatan kembali ke sepuluh tahun silam saat aku dan Kamu berada di tiga hari penting yang membawa arah hidup mereka. Hari pertama berisi hampir kebanyakan hal- hal konyol yang ternyata adalah mimpi yang dialami "aku". Pada hari itu kita belajar ketamakan.
Hari kedua berisi tentang risiko cinta--dan sedikit menyinggung soal hakikat hidup, yang mana "aku" berada di kepusingan jiwa dengan adanya dua gadis di hidupnya, yang tidak benar-benar pernah ia miliki. Di hari itu kita belajar penerimaan.
Hari ketiga tentang tujuan hidup. Kamu, yang di bagian sebelumnya lebih sering digambarkan nyaris "hopeless" akibat candunya pada ganja, serta hobi bolos sekolah plus menentang sistem yang dibangun untuk sebuah kata sukses berdasarkan materi, ditonjolkan kekuatan karakternya melalui debat panjang dengan Johan, salah satu saingannya dalam memperoleh cinta seorang gadis. Di hari terakhir ini kita belajar tentang keputusan.
Novel ini mirip puzzle berantakan, yang perlu disusun satu per satu bagiannya, untuk membuka pesan apa yang penulis sampaikan. Setiba di halaman akhir setidaknya saya dapat satu hal menarik: bahwa hidup hanyalah soal hari ini. Apa yang kita ambil hari ini adalah apa yang kita dapat di kemudian hari. Sesederhana itu.
Secara keseluruhan novel ini bagus dari teknik bercerita. Santai tapi tajam. Konyol tapi cerdas. Tak ada kesan menggurui, kecuali sentakan halus itu datang tiba-tiba. Penulis menunjukkan dirinya berpengetahuan luas, tetapi seolah tidak bermaksud begitu, karena memang karakter si narator tampaknya telah sesuai dengan gaya bicaranya: si kutu buku.
Jujur bagi yang suka novel-novel berjenis "klise" atau pasaran, buku ini bukan bacaan bagus. Buku ini bacaan beda yang lebih mirip potongan puzzle, seperti yang saya bilang tadi, yang khusus dibuat untuk orang-orang iseng yang senang berpikir. Padatnya pesan dalam kalimat-kalimat santai dan membumi memberi nilai plus bagi buku ini.
Kekurangan buku ini mungkin ada pada segi editing. Masih ada beberapa kata yang salah eja, seperti misalnya "nafas", dan "menjijikan" yang bisa kita temui di banyak tempat. Di luar itu, buku ini layak jadi teman minum kopi di malam hari sambil merenung: "Kapan gue dapat jodoh?" Atau mungkin: "Kapan gue berguna?"
Comments
Post a Comment