Apa yang kalian pikirkan saat mendengar cerita
rumah berhantu? Aku punya cerita tentang gang berhantu. Kebayang gak?
Satu rumah berhantu saja serem, apalagi gang! Wuiih! Mau dengar?
Begini, di sudut kota Surabaya (tak kusebut nama
daerahnya) terdapat sebuah gang yang konon dihuni oleh berbagai jenis hantu.
Ini kisah nyata, bukan rekayasa. Dulu kakek nenekku punya dua rumah. Salah satu
yang mereka punya—dan yang terbesar di wilayah itu—adalah rumah yang bakal
kusinggung di sini, yang berdiri bersama barisan rumah lain di sepanjang gang
hantu.
Gang ini pada saat itu memang sudah terkenal
angker. Banyak saksi yang melihat penampakan, dari mulai yang bentuknya paling
lucu sampai seramnya minta ampun. Kalian pernah melihat hantu? Atau setidaknya
pernah diganggu oleh mereka dengan suara-suara? Kalau pernah, mungkin belum
seberapa dengan para penduduk di gang hantu ini. Tahu, gak, berurusan
dengan hantu sudah jadi makanan mereka sehari-hari!
Aku pribadi tak tahu gimana rumah itu,
apalagi bentuk, suasana, dan lain sebagainya (cuma melihat di foto saja),
karena sesudah aku lahir, rumah itu oleh nenekku dijual. Kecewa sih, karena
saat aku mulai beranjak kecil (maksudnya mulai masuk TK dan sudah pintar
mencerna cerita), aku cuma tahu bagaimana seramnya rumah itu tanpa aku sendiri
pernah menginjaknya.
Sejarah gang itu tak ada yang tahu. Yang tahu cuma
orang daerah situ. Tapi berhubung kakek dan nenekku berasal dari daerah
Surabaya lainnya, maka wilayah itu tidak terlalu mereka kenal. Mereka membeli
rumah yang sudah jadi dari seorang pengusaha kaya. Tak tahu apa pasal sang
pemilik menjual rumah itu. Intinya, setelah kepemilikan beralih, kejadian demi
kejadian ganjil dialami oleh keluarga kakekku.
Bayangkan, saat sedang asyik tidur, lalu kalian
ingin ke kamar kecil, dan begitu hendak melangkah turun dari kasur,
eh...tahu-tahu di lantai ada yang selonjoran. Apa itu? Katakan saja, misalnya,
kau melihat di lantai ada pocong sepanjang hampir sepuluh meter! Lalu, tanpa
perlu kau ukur, kau tahu kalau ujung kepala dan kakinya sama-sama menyentuh
dinding ruangan! Wah, wah, apa yang bakal kalian lakukan? Batal ke kamar kecil?
Balik tidur lagi? Galau? Hihihi. Itulah yang dialami nenekku. Tapi berhubung
Nenek orang yang sabar, beliau hanya berdoa saja dan kembali tidur.
Bicara soal pocong, pasti sudah tak asing di
telinga kita. Pocong hantu mirip lemper yang dibungkus kain putih, dan kalau
loncat, sekali loncatan bisa mencapai jarak belasan meter. Ya, ya, pocong
memang hantu Indonesia (jadi terpikir usul ke menteri kebudayaan agar baiknya
kita patenkan pocong ke UNESCO biar gak diklaim negara sebelah, wkwk).
Tapi, pernahkah kalian dengar genderuwo?
Ini lebih berbahaya. Barangsiapa yang belum pernah melihat, mungkin mengira dia
saudara jauh gorila. Bayangkan, ketemu hantu bertubuh besar dengan bulu lebat
di sekujur badan—plus aroma tak sedap akibat benci deodorant. Apa
yang kalian lakukan? Lari? Guling-guling di ubin? Oh, tidak semudah itu.
Kali ini bibiku yang mengalami. Malam itu, entah
pulang dari mana, Bibi malas mencuci kaki dan langsung masuk kamar, hendak
tidur. Tiba-tiba sosok tinggi besar menegurnya, berdeham berat, menyuruhnya
cuci kaki sampai bersih sebelum tidur. Ya, dialah genderuwo. Aku tak
mengerti bagaimana mungkin hantu yang bau saja bisa menyuruh manusia untuk
bersih? Padahal diri sendiri?
Lepas dari kelakuan absurd sang genderuwo,
sejak Bibi melihat itu, suasana jadi mencekam. Rumah terasa seperti tempat
lain. Ibuku dan saudara-saudaranya tiap kali ke kamar mandi/WC harus saling
antar. Tidak ada yang berani sendiri, termasuk ketika malam tiba dan mereka
harus tidur.
Suatu malam, seperti biasa, anak-anak Nenek
(termasuk ibuku) tidur bersama di ruang tengah yang besar dan hampir seluas
empat lapangan basket. Oh, ya, karena saking besarnya, menurut Ibu, suasana
rumah mereka tidak jauh dari rumah sakit Karang Menjangan yang terkenal seram
itu lho, hehe.
Nah, saat tidur inilah, adik ibuku yang posisi
tidurnya lebih dekat dengan ruang tamu tak sengaja terbangun saat larut malam.
Hm, kalau aku sih, bangun malam enaknya cari makanan, terus nyalain TV,
nonton film. Eh, tapi itu kalau keadaan rumah normal bisa kita lakukan. Kalau gak
normal? Mungkin gak jauh beda sama yang pamanku alami. Tiba-tiba
gorden ruang tamu tersibak, angin berembus (persis seperti di film-film). Tahu
itu gara-gara siapa? Kalau pernah baca komik yang di dalamnya ada nenek sihir,
ya kira-kira seperti itulah gambaran sosok yang ada di jendela. Hanya saja,
hantu itu tanpa kepala; berupa tulang berbaju nenek sihir berkibar-kibar!
Pamanku ketakutan, karena dialah yang paling penakut di rumah (kalau soal
berkelahi paling jago, tapi kalau sama hantu ogah).
Karena seringnya kejadian seperti itu, lama-lama
para tetangga tahu. Dan, dari sinilah kemudian terbongkar bahwa teror
hantu-hantu itu tidak hanya ada di rumah kakekku. Bahkan, seluruh penghuni gang
pun juga mengalami.
Ketika itu terdengar kabar salah seorang tetangga
senang memelihara berbagai benda pusaka dan makhluk tak kasat mata (entah
pesugihan atau entah hobi, aku tak tahu dan tak mau tahu). Konon, di situlah
pusat para hantu itu tinggal, maksudku, pusat hantu-hantu di seluruh gang.
Ibarat kata kerajaan, maka rumah penggemar benda pusaka tadi bagai istana. Di
sana bersemayam banyak sekali hantu. Jangan berpikir untuk bisa tidur dengan
nyenyak di rumah itu, karena hampir setiap waktu, tak peduli pagi, siang,
ataupun malam, hantu-hantu itu tidak segan menampakkan diri.
Rumah penggemar benda pusaka itu—sebut saja rumah
Nyonya X—berdiri tepat di depan rumah kakekku. Jadi, bisa dibayangkan, efek penyebaran
hantu di rumah Kakek sangatlah besar, karena dalam radius yang lebih jauh dari
tempat benda-benda pusaka tadi berada, hantu-hantu itu jarang menyukai.
Ada beberapa contoh kejadian di gang ini yang
begitu mengganggu—terutama yang berpusat di rumah Nyonya X—salah satunya adalah
ketika ada Julia, mahasiswi asal Flores, yang ketika itu menjadi sahabat baik
tanteku dan menyewa kamar kost di salah satu rumah tetangga. Suatu malam,
dengan mengendarai motor, dia pulang dari kampus. Mendadak, 20 meter dari
tempat kostnya, tepat di depan rumah Nyonya X, motornya berhenti. Tanpa
diketahui tiba-tiba seorang perempuan sudah berdiri di depannya, mengacungkan
tangan seperti hendak menumpang.
Sontak Julia berteriak, "Minggir, minggir!
Kutabrak kau nanti!" Dan karena hantu itu belum mau minggir, terpaksa
Julia meninggalkan motornya dan dia putar balik, tidak ke tempat kost, entah ke
mana.
Kejadian lain menimpa seorang tetangga baru. Malam
itu dia berkunjung ke rumah Nyonya X. Ketika tuan rumah masuk mengambil air minum,
ia dikejutkan dengan suara-suara. Entah karena lancang atau gimana,
tetangga baru ini ingin sekali membuka pintu sebuah kamar, tempat penyimpanan
benda pusaka itu. Dia tidak tahu dan berpikir itu kamar biasa. Dan, jrengg,
jrengg... dari balik pintu kamar, sesaat setelah pintu terbuka, dia melihat
hantu-hantu itu sedang pesta! Dari mulai yang bentuknya lucu, sampai paling
menakutkan, semua ada di sana, lengkap dan bisa dipilih. Sayangnya gak
ada diskon, wkwk.
Lalu, ketika cerita itu tersebar, orang kira rumah
Nyonya X-lah penyebab gang ini sangat berhantu. Tapi tidak enak menegur
tetangga sendiri, apalagi beliau ramah (walau pecinta klenik dan penganut paham
tertentu—yang mengharuskannya melakukan ritual di luar akal sehat). Kehidupan
di gang itu, selain penuh teror hantu, tidak ada hal lain yang menimbulkan
perselisihan. Semua penghuni saling menghormati, walau harus menjaga jarak.
Takut kenapa-napa.
Kejadian-kejadian di gang tidak terhitung, dan
selalu kreatif. Mungkin, kalau hantu itu hidup di dunia manusia, dia bisa
menjadi artis, bahkan lebih dari itu. Bayangkan saja, untuk mengubah bentuk,
tidak butuh make up artist, bedak, kostum, efek visual, animator, dan
lain sebagainya. Cukup dengan tertawa cekikian, mereka sudah bisa mengubah
bentuknya sendiri.
Kejadian ini menimpa teman-teman ibuku. Waktu itu
pulang mengaji. Pada masa itu, mengaji umumnya dijadwalkan sesudah maghrib. Dan
biasanya, sesudah ngaji, mereka salat isya terlebih dulu, baru pulang. Nah, pas
pulang inilah, kejadian itu terjadi. Di salah satu bagian gang, ibuku dan
teman-temannya berjalan. Mendadak ada kucing bertingkah aneh, mengikuti kaki
teman Ibu, mengintil tidak jelas (oh ya, waktu itu umur mereka sekitar tujuh
tahunan).
Mereka mengira: barangkali kucing itu lapar. Atau
dugaan lain yang lebih masuk akal: barangkali kucing itu diare. Ternyata
tidak. Kucing itu tidak lapar, apalagi diare. Kucing itu tiba-tiba berhenti di
depan dengan posisi menghadang. Ganjil. Lalu keluar asap putih dari bagian atas
tubuh si kucing. Ibuku curiga, langsung lari pulang. Dia tidak tahu yang
terjadi setelah itu. Besoknya, Ibu dengar cerita dari teman-temannya, bahwa
setelah mengeluarkan asap, kucing itu tertawa cekikian lalu berubah menjadi
kambing. Belum cukup di situ, dalam hitungan sepersekian detik saja, kambing
itu berubah lagi jadi anak kecil bermuka pucat, dan—masih dalam hitungan
sepersekian detik—sang bocah menjadi hantu pocong bermuka hancur!
Hebohlah seisi gang. Lebih heboh lagi, ketika ada
kejadian yang berjarak tidak lama dari itu. Suatu sore, seorang ibu menyusui
bayinya di teras. Seseorang—yang entah kenapa—tahu-tahu bisa melihat makhluk
tak kasat mata di depannya (padahal tadinya gak pernah). Dia melihat
tuyul berkeliaran di sekitar ibu-ibu menyusui itu. Tidak tahu tuyul siapa.
Tidak ada yang berani menuduh orang sembarangan (karena barangsiapa yang
memelihara tuyul, maka dia sudah bermain pesugihan).
Tuyul itu awalnya santai, tapi lama-lama gusar.
Entahlah, si ibu terkejut ketika bayinya terlempar, dan sesuatu seperti
menggantikan posisi anaknya. Tidak butuh waktu lama, perempuan itu pingsan.
Seseorang yang bisa melihat wujud tuyul secara nyata tadi, kebetulan berdiri
hanya beberapa meter saja. Dia cuma melongo melihat sang tuyul menyundul si
bayi, lalu dengan rakus 'merebut' ibu bayi malang itu!
Tapi, berbagai kejadian menghebohkan itu tidak
lebih menghebohkan dari yang dialami keluarga Kakek. Di rumah besar itu, selain
pernah melihat pocong, Nenek juga dihantui ndhas gelundung. Kalau
dibahasa-Indonesiakan, hantu ini adalah hantu kepala bergelinding. Suatu malam,
Nenek ke toilet. Karena bangunan kamar mandi plus toilet terpisah dari bangunan
utama, maka jika perlu ke sana harus menyeberang pekarangan dulu. Nah, karena
tidak ada siapa pun, pintu toilet dibiarkan terbuka. Begitu Nenek keluar, tiba-tiba
ada bunyi aneh, seperti tong bergelinding. Saat itulah hantu kepala
bergelinding lewat di depan kaki. Matanya merah menyala, rambut panjang, dengan
taring bak drakula. Hantu itu cuma lewat, tidak mengganggu. Meski begitu,
cerita ini membuat mereka yang masih kecil ketakutan.
Lalu diadakanlah pengajian. Selain agar tidak ada
gangguan lagi, dengan mengaji hati bisa tenang. Setelah itu jarang ada gangguan
pada penghuni rumah, selain tamu. Kadang-kadang ada sosok hitam besar, genderuwo,
duduk di kursi panjang yang ada di teras. Atau kadang-kadang di belakang, ada
perempuan bermuka penuh darah duduk di kursi goyang di saat ada banyak orang.
Sekadar pamer keberadaan. Tidak segan-segannya hantu itu menampakkan diri,
walau tidak pernah melukai. Tentu saja, tidak ada hantu yang bawa-bawa pisau.
Itu mah cuma ada di film.
Setelah diselidiki, ternyata gang itu dulunya
kuburan. Entah siapa yang membeli lalu membangunnya jadi perumahan. Tidak ada
yang tahu, dan sudah terlambat kalau mau protes. Hampir setiap rumah ganti
pemilik dua sampai tiga kali. Sudah karatan. ckck. Mungkin sejak zaman Belanda
gang itu dibangun jadi perumahan. Entahlah.
Di kamar belakang, kamar khusus tamu, seseorang
tidak pernah bisa tidur nyenyak. Kamar itu dekat dengan anak tangga menuju
lantai dua. Awalnya tidak ada yang aneh. Tapi, setelah seseorang bermimpi
aneh-aneh, baru diketahui bahwa di bawah anak tangga itu ada batu nisan besar.
Betapa terkejutnya keluarga, tapi sudah tidak lagi membahasnya, karena beberapa
tetangga menemukan hal yang sama di rumah mereka.
Patahlah tuduhan bahwa hantu-hantu di situ bermula
dari kebiasaan Nyonya X. Tapi, tidak dimungkiri, kebiasaan mistik tidak baik
dan bisa mengundang makhluk-makhluk jahat mengganggu manusia. Buktinya rumah Nyonya
X jadi tempat favorit hantu-hantu di seluruh gang. Ibaratnya jadi istana.
Kejadian paling legendaris dan selalu menjadi ciri
khas di rumah Nyonya X adalah ketika ada tamu yang tidur. Tidak peduli siapa
saja, jika berani "ketiduran" di sofa atau kamar khusus tamu, maka
sosok kerdil berkepala botak dengan kulit merah akan mencolek jempol kakinya.
Bahkan kadang menarik-nariknya, seolah membangunkan. Seorang tamu yang
mengalaminya bercerita, bahwa ia tidak sadar rumah itu berhantu. Ia mengira
makhluk kerdil botak itu cucunya Nyonya X, hingga ia tertawa sampai perutnya
kaku; bagaimana mungkin ada bocah lucu seperti itu? Setelah diberi tahu
oleh tuan rumah, ia tidak berani lagi tertawa.
Kejadian legendaris yang dialami keluarga Kakek,
yang sering kami bahas kalau ingin menakut-nakuti sepupu, mungkin tidak seaneh manusia
kerdil itu. Bukan yang pernah dialami Nenek, melainkan pamanku yang lain. Di
antara anak-anak Kakek, ialah yang paling "gaul". Pada masa itu belum
banyak yang punya motor--apalagi motor gede. Nah, kakekku punya itu. Hampir
semua anaknya yang cukup umur diajari. Kakak Ibu ini pun berkelana ke mana-mana
dengan motor. Dari situlah ia punya banyak teman, menjadi anak
"gaul", dan sering pulang di atas jam sepuluh.
Suatu malam, gang sepi, Paman baru pulang
mengendarai motornya. Beberapa hari terakhir ada rumah yang dirombak total dan
baru setengah jadi, hingga seluruh lampu belum dipasang. Kebetulan dari situ
sampai belasan meter menuju rumah Kakek, tak ada lampu. Suasana gelap.
Tiba-tiba motor berhenti. Bukan mati mesin, melainkan karena Paman penasaran.
Di depan ada ribut-ribut seperti di pasar. Lampu motor yang menyala terang,
membuatnya melihat jelas. Di sana ada banyak anak kecil berkepala plontos. Ada belasan.
Sebagian bercelana dalam, sebagian telanjang. Paman tidak lantas heran, apalagi
merasa takut, karena dari penampilan dan wujud para bocah ini dari belakang,
mereka seperti anak kecil. Mereka asyik bermain-main pasir di rumah yang
dirombak itu. Belum sempat berpikir lebih jauh, ia membunyikan klakson.
Tak disangka, begitu anak-anak itu menoleh, Paman
tahu itu bukan manusia. Wajah mereka menyerupai burung. Motor tidak bisa
dinyalakan. Paman berlari menembus kerumunan itu, dan masuk tergesa-gesa,
membuat kaget seisi rumah. Beberapa penghuni (saudara Nenek yang ada di situ, dan
juga saudara-saudara Ibu) keluar. Mereka akhirnya mengambil motor itu
ramai-ramai.
Begitulah cerita tentang gang berhantu ini.
Mungkin tempat macam ini ada di mana-mana. Aku menulis satu yang kutahu dari
keluargaku. Sebenarnya penasaran, pengen tahu lokasi rumah dan gang itu
(kata Ibu, sekarang gang itu jadi kompleks perumahan elit). Tapi karena masalah
waktu dan jarak, sampai sekarang aku belum sempat survei.
Kita tidak tahu apa hantu-hantu yang kuceritakan
di atas masih ada di gang itu atau sudah pindah. Lebih tidak tahu lagi apakah
rumah Nyonya X masih jadi istana buat mereka. Tapi yang jelas, kita tahu bahwa
di sekitar kita, di mana pun itu, ada banyak hantu. Mereka tidak usah ditakuti,
karena mereka makhluk ciptaan-Nya. Yang perlu kita lakukan adalah berdoa agar
dijauhkan dari hal-hal buruk. Kalaupun mereka masih "nampak", minimal
bolehlah kita request agar jangan keluar mendadak. Kalau bisa ada
prosesnya, misal diketuk-ketuk dulu pintunya, lalu bilang: mau nampak nih. Paling
tidak kita 'kan gak perlu kaget.
Keterangan foto: genderuwo (atas), hantu
kerdil (bawah), tuyul-tuyul (kiri), & ndhas gelundung (kanan).
Comments
Post a Comment